السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Panel Home
Other Content
HADITSHR BUKHARI
    • Posts
    • Comments
    • Pageviews

  • Translate
  • Bulan Ramadhan Sebagai Bulan Al-Qur'an


    Bulan Ramadhan Sebagai Bulan Al-Qur'an
    Bulan Ramadhan Adalah Bulan Qur’an." Bulan Ramadhan disebut juga dengan sebutan Syahrul Qur’an, karena pada bulan ini Allah Subhanhu Wa Ta'ala menurunkan Al-Qur’an, sebagaimana yang telah dituturkan dalam surat Al-baqarah ayat 185,

    شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

    Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk serta pembeda ( antara kebenaran dan kebathilan) (QS.Al-Baqarah:185).

    Oleh sebab itu, selama bulan Ramadhan kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan konon Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam selalu memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan ini dan beliau juga  bertadarrus dengan Jibril Alaihissalam setiap malam dibulan Ramadhan (HR. Bukhori bab Bad’il wahyi).

    Abdulloh Ibnu Aljarullah berkata, dari ayat diatas menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur’an dan berkumpul untuk membaca Al-Qur’an dan juga dianjurkan untuk memperbanyak bacaan Al-Qur’an di bulan Ramadhan.

    Disunnahkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun di bulan Ramadhan atau di tanah suci boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari seminggu karena memanfaatkan waktu dan tempat sebab Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

      اقراءه في كل ثلاث       

     ( Bacalah Al-Qur’an dalam setiap tiga hari. Lihat Fadhoilul qur’an Ibnu Katsir : 169)

    Moment ramadhan seharusnya dapat digunakan oleh kaum muslimin untuk kembali menghidupkan Al-Qur’an, bukan hanya sekedar membacanya semata akan tetapi juga harus disertai dengan penghayatan akan maknanya. Para generasi terdahulu (salaf) memiliki kepribadian yang tinggi ketika membaca Al-Qur’an, berbeda dengan generasi sekarang ini yang membaca Al-Qur’an tanpa memberi kesan yang berarti. Ini berarti suatu kedzaliman terhadap Al-Qur’an  ( Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an :19). Pola hidup Qur’aniy ini pernah tergambar dari pribadi Rasulullah Shalallohu alahi wasallam, beliau merupakan manifestasi nyata dari penjelasan Al-Qur’an, beliau adalah visualisasi konkret dari Al-Qur’an. Sayyidah A’isyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw dan beliau menjawab,

    ان اخلاقه هو القرأن

    Sesungguhnya akhlak beliau adalah Al-Qur’an (Shahih Muslim, Bab Shalat Al-Musaffirin).

    Oleh sebab itu Imam Syafii pernah berkata,” Sunnah adalah pemahaman Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri terhadap Al-Qur’an yang benar-benar dijadikannya sebagai pembimbing hidupnya lahir dan bathin.”

    Kejayaan umat terdahulu adalah dari pengamalan mereka terhadap nilai-nilai Al-Qur’an. Al-Qur’an tidak hanya dibaca, namun lebih dari itu mereka merenungi maknanya untuk kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Seharusnya hal ini juga dapat diterapkan oleh kaum muslimin dewasa ini. Sebab Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yang berisikan tema-tema terbaik dalam masalah pendidikan umat, peradaban dan akhlak mulia. Bangsa Arab waktu itu benar-benar mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dalam arti disamping mereka melantunkan Al-Qur’an dengan penjiwaan juga mereka terapkan kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan mereka, sehingga mereka menjadi bangsa yang beradab meskipun awalnya mereka adalah komunitas barbar.

    Terkait dengan hal ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

    مثل المؤمن الذي يقرأ القرأن كمثل الاتروج  طعمه حلو  وريحه طيب.رواه مسلم

    Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an itu seperti jeruk manis, rasanya manis dan baunya harum (HR Mjuslim)

    Maksud dari hadits di atas adalah seseorang yang membaca Al-Qur’an dan dapat mengamalkan kandungannya dengan baik, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi mukmin yang sholih yang berakhlak dengan Al-Qur’an sehingga ia akan dapat memberikan manfaat kepada siapapun orang yang ada disekitarnya. Suaranya yang merdu ketika melantunkan Al-Qur’an berbanding lurus dengan prilakunya yang qur’aniy, inilah mukmin jeruk manis.

    Berangkat dari keinginan mengembalikan dan memasyarakatkan Al-Qur’an, Syaikh Ali Ash-Shobuniy dalam At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an berkata :

    من لم يقرأ القرأن فقد هجره, ومن قرأ القرأن ولم يتدبر معانيه فقد هجره, ومن قرأه وتدبره ولم يعمل بما فيه فقد هجره

    Siapapun yang tidak membaca Al-Qur’an maka ia telah menyia-nyiakannya, siapapun yang membaca Al-Qur’an dan tidak mau merenungi makna-maknanya maka ia telah menyia-nyiakannya, dan siapapun yang membaca dan menghayati makna Al-Qur’an namun tidak mengamalkan isinya maka ia telah menyia-nyiakan Al-Qur’an ( Ash-Shobuni, At-Tibyan, 10).

    Al-Qur’an memang diturunkan oleh Allah Subhanhu Wa Ta'ala sebagai petunjuk bagi manusia, dan Al-Qur’an hanya akan dapat berfungsi sebagai petunjuk apabila kita mampu mengetahui kandungannya dan dapat menangkap pesan-pesan yang disampaikannya.

    [1] Disampaikan di Masjid Baiturrahman Kabel Cempaka Putih 10 Ramadhan 1432 H
    Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah

    Rating: Excellent

    0komentar :

    Posting Komentar

    top