Sesungguhnya segala puji hanya untuk Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan-Nya, kami juga berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan buruknya perbuatan kami. Siapa yang Allah berikan kepadanya hidayah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang haq) selain Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Sesungguhnya tsabat (keteguhan) merupakan tuntutan mutlak bagi setiap muslim yang benar dengan keimanannya dan menghendaki jalan yang lurus dengan tekad kuat dan berdasarkan petunjuk. Keteguhan dikategorikan sebagai tuntutan yang sangat urgen bagi kita karena beberapa faktor diantarnya adalah:
- Faktor kondisi kehidupan masyarakat kita yang semakin jauh dari mengamalkan nilai-nilai islam, serta banyaknya fitnah dan godaan-godaan yangbagaikan api menjalar kemana-mana, sementara itu berbagai macam bentuk syubhat dan syahwat menyebabkan agama ini menjadi terasa asing, sehingga orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya termasuk kedalam sebuah perumpamaan:
القَابِضُ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Orang yang menggenggam (berpegang teguh terhadap) agamanya, bagaikan orang yang menggenggam bara api “
Tidak diragukan lagi bagi orang yang memiliki pandangan, bahwa kebutuhan seorang muslim saat ini akan faktor-faktor yang mendukung keteguhan imannya lebih besar dari pada kebutuhan umat islam pada masa lalu, dan perjuangan untuk merealisasikannya pun lebih berat, karena keadaan yang telah rusak, sedikitnya kawan seperjuangan serta lemah dan sedikitnya orang yang membantu.
- Banyaknya terjadi peristiwa riddah (murtad) dan mundur dari medan perjuangan serta penyelewengan-penyelewengan yang bahkan hal tersebut terjadi pada sebagian aktivis-aktivis Islam, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi seorang muslim akan tragedi tersebut. Maka akhirnya mereka mencari sarana-sarana yang dapat mendatangkan keteguhan sehingga dirinya berlabuh di daratan yang aman.
- Keterkaitan pembahasan ini dengan hati, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang perihal hati:
لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلاَباً مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْياً
“Sesungguhnya hati anak Adam lebih keras goncangannya dari pada ketel (tempat memasak air) yang didalamnya terdapat air yang mendidih. “ (Riwayat Ahmad dan Hakim dan terdapat dalam (kitab) Silsilah hadits shahih 1772.)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberikan perumpamaan lain terhadap hati dalam sabdanya:
إِنَّمَا سُمِّىَ الْقَلْبُ من تَقَلُّبِهِ، إِنَّمَا مَثَلُ الْقَلْبِ كَمَثَلِ رِيْشَةٍ فِى أَصْلِ شَجَرَةٍ يُقَلِّبُهَا الرِّيْحُ ظَهْرًا لِبَطْنٍ
“Sesunggunnya hati (qalb) dinamakan hati karena sifatnya yang suka berbolak balik (taqallub), sesungguhnya perumpamaan hati bagaikan sehelai bulu burung di pokok pohon yang dibolak balikan oleh angin“ (Riwayat Ahmad 4/408, juga terdapat dalam Shahih Jami’ 2361)
Seorang penyair berkata:
وَمَاسُمِّيَ الإِنْسَانُ إِلاَّ لِنِسْيَانِهِ @ وَلاَ الْقَلْبُ إِلاَّ أَنَّهُ يَتَقَلَّبُ
Tidaklah manusia dinamakan insan kecuali karena pelupanya (an-nasyu)
Dan tidaklah hati dinamakan qalbu kecuali karena sifatnya yang suka bolak-balik (taqallub).
Meneguhkan hal yang mudah berbolak balik karena badai syahawat dan syubhat merupakan perkara yang sangat penting, membutuhkan upaya yang maksimal untuk mengatasinya sesuai dengan besar dan beratnya tantangan yang dihadapi.
Diantara kasih sayang Allah ta’ala kepada kita semua, Dia menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia atau lewat Rasul-Nya sarana-sarana yang mendukung tercapainya keteguhan. Akan kami ketengahkan kepada pembaca sekalian tiga sarana diantara sarana-sarana yang ada, yaitu:
Pertama: Berpegang Teguh Kepada Al Quran
Al-Quran yang mulia merupakan alat peneguh yang paling utama, dia merupakan tali Allah yang kuat, cahaya yang menerangi, siapa yang berpegang teguh dengannya Allah akan melindunginya, siapa yang mengikutinya Allah akan menyelamatkannya dan siapa yang menyeru kepadanya akan ditunjukkan kepadanya jalan yang lurus.
Allah telah menjelaskan bahwa tujuan Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah untuk mendatangkan keteguhan. Allah ta’ala berfirman saat membantah syubhat-syubhat orang-orang kafir:
“Berkatalah orang-orang kafir : “ Mengapa Al Quran tidak diturunkan kepadanya sekali saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) kepadamu sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya“ (QS. Al Furqan: 32-33)
Mengapa Al Quran menjadi sumber peneguh?
Karena Al-Quran dapat menumbuhkan keimanan dan membersihkan jiwa dengan adanya hubungan dengan Allah ta’ala.
Karena ayat-ayat-Nya yang diturunkan menyejukkan dan menyelamatkan hati seorang mu’min yang agar tidak goyah oleh badai fitnah. Hati menjadi tenang dengan berzikir kepada Allah.
Karena Al Quran membekali seorang muslim dengan gambaran dan nilai-nilai yang shahih (benar) yang dengannya dia dapat menilai kondisi disekelilingnya, demikian juga Al Quran membekalinya dengan standar hukum bagi segala hal sehingga dirinya tidak ragu dalam menentukan sebuah hukum dan ucapannya tidak kontradiktif walaupun dalam kondisi apapun.
Karena Al Quran membantah berbagai macam syubhat yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam dari golongan orang-orang kafir dan munafiq sebagaimana kasus yang pernah dialami oleh generasi pertama (generasi sahabat), berikut beberapa contohnya:
Bagaimanakah pengaruh firman Allah ta’ala:
“Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada pula membenci kamu” (QS. Adh Dhuha: 3).
Terhadap jiwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tatkala orang-orang musyrik berkata: “وُدِع مُحمد…..” (Muhammad telah ditinggalkan …). (lihat Shahih Muslim Syarh An Nawawi 12/156)
Bagaimanakah pengaruh firman Allah ta’ala:
“Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang “ ( QS. An Nahl: 103).
Bagaimanakah pengaruhnya tatkala orang-orang kafir Quraisy menuduh bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diajarkan oleh seseorang dan dia mengambil Al Quran dari seorang tukang kayu berbangsa Romawi di Makkah ?
Bagaimanakah pengaruh firman Allah ta’ala:
“Ketahuilah bahwa mereka terjerumus kedalam fitnah” ( QS. At Taubah: 49 ).
Dalam jiwa-jiwa orang-orang beriman tatkala orang-orang munafik berkata:
“Berilah saya izin -tidak pergi berperang- dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah” ( QS. At Taubah: 49 ).
Bukankah semua itu (ayat-ayat diatas) memberikan keteguhan, pengikat diantara hati-hati orang beriman, membantah berbagai macam syubhat dan membungkam pendukung-pendukung kebathilan ?
Yang menarik adalah tatkala Allah ta’ala menjanjikan kepada orang-orang beriman ghanimah (harta rampasan perang) yang banyak setelah mereka kembali dari Hudaibiyah (yaitu ghanimah perang Khaibar) dan ghanimah tersebut hanya mereka yang berhak mengambilnya karena hanya mereka yang berangkat kesana dan kemudian orang-orang munafik akan meminta agar dibolehkan untuk turut bersama mereka dan kaum muslimin akan berkata :”Kamu sekali-kali tidak boleh mengikuti kami”, kemudian mereka terus menuntut dan hendak mengubah janji Allah dan bahkan mereka akan berkata: “Sebenarnya kalian dengki kepada kami” maka kemudian Allah memberikan jawaban kepada mereka : “Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali”. Demikianlah semuanya terjadi babak demi babak dihadapan kaum muslimin.
Dari sini kita dapat membedakan antara orang-orang yang selalu mengaitkan kehidupannya dengan Al-Quran dan berpegang teguh kepadanya baik dalam bentuk membaca, menghafal, mengkaji dan mempelajarinya (darinya dia bertitik tolak dan kepadanya dia kembali), dengan orang-orang yang menjadikan ucapan manusia sebagai pusat perhatian dan kesibukannya.
Seharusnya para penuntut ilmu menjadikan Al-Quran beserta tafsirnya sebagai bagian utama dari kajian mereka.
Kedua: Tarbiyah (pendidikan)
Ada empat bentuk tarbiyah yang sangat mendasar yang dapat mendatangkan keteguhan, yaitu tarbiyah Imaniyah (keimanan), Ilmiah (keilmuan), Wa’iyah (penyadaran) dan Mutadarrijah (berangsur-angsur).
Yang dimaksud dengan tarbiyah Imaniyah adalah: tarbiyah yang dapat menghidupkan hati dengan perasaan khauf (takut), raja’ (berharap) dan mahabbah (cinta) yang dapat menyingkirkan kegersangan hati akibat jauh dari nash-nash Al Quran dan As-Sunnah dan hanya memperhatikan ucapan-ucapan orang-orang tertentu. Yang dimaksud dengan tarbiyah Ilmiah adalah: Tarbiyah yang berdiri diatas dalil yang shahih yang terhindar dari taklid buta yang tercela.
Yang dimaksud dengan tarbiyah Wa’iyah adalah: tarbiyah yang tidak menempuh jalan orang-orang yang menyimpang, tetapi mempelajari strategi musuh-musuh Islam serta memahami realitas yang ada, memahami setiap kejadian dan memberikan penilaian terhadapnya, menghindari ketertutupan dan tenggelam dalam lingkungan yang sempit dan terbatas.
Yang dimaksud dengan tarbiyah Mutadarrijah adalah: tarbiyah yang mengantarkan seorang muslim sedikit demi sedikit menaiki tangga kesempurnaannya dengan perencanaan yang seimbang, menghindari ketergesa-gesaan yang merusak.
Agar kita dapat mengetahui pentingnya masalah ini sebagai faktor peneguh, maka kita dapat melihat kembali siroh Rasulullah e dan kemudian bertanya kepada diri kita masing-masing.
Apa yang menjadi sumber keteguhan para sahabat saat menghadapi masa-masa penindasan?
Bagaima Bilal, Khabbab, Mush’ab dan keluarga Yasir serta yang lainnya dari golongan lemah dan bahkan para pembesar sahabat tetap teguh saat mengalami pemboikotan dan lain-lain?
Apakah mungkin mereka dapat tabah tanpa tarbiyah intensif dalam cahaya kenabian yang menerangi kepribadian mereka?
Kita ambil contoh seorang sahabat seperti Khabbab bin Al Arts Radiallahu`anhu, saat tuan perempuannya memanggang tusuk besi hingga memerah kemudian beliau (Khabbab) dengan punggung telanjang dilemparkan keatasnya dan besi tersebut baru padam setelah menembus punggungnya dan gajihnya meleleh diatasnya. Apa yang membuatnya sabar atas itu semua?
Demikian juga halnya dengan Bilal yang ditindih batu ditengah panasnya padang pasir dan Sumayyah yang dirantai dan dibelenggu…
Ada sebuah pertanyaan yang muncul pada fase Madinah, siapa yang tetap teguh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang Hunain saat banyak kaum muslimin yang mundur kebelakang? Apakah mereka (yang tetap teguh itu) adalah orang-orang yang baru masuk Islam atau mereka yang masuk Islam saat terjadi Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah) yang tidak mendapatkan tarbiyah dalam waktu yang cukup dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan banyak di antara mereka yang berperang semata-mata karena mengharapkan ghanimah (harta rampasan)? Ternyata tidak….justru yang tetap teguh adalah mereka yang telah mendapatkan gemblengan yang cukup dalam tarbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Seandainya tidak ada tarbiyah apakah mereka akan tetap teguh?
Ketiga: Berdoa
Termasuk karakteristik hamba Allah yang beriman adalah mereka memanjatkan doa kepada Allah ta’ala agar memberikan keteguhan kepada mereka:
Ya Rabb kami, janganlah Engkau goyahkan hati kami setelah Engkau beri kami petunjuk”
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kepada kami kesabaran dan mantapkanlah kaki-kaki kami”
Karena “Semua hati anak Adam berada diantara dua jari Ar-Rahman bagaikan satu hati, dia mengalihkannya sekehendak-Nya” (Riwayat Imam Ahmad dan Muslim dari Ibnu Umar secara marfu’, lihat Shahih Muslim Syarah An-Nawawi, juz 16, hal 204), maka Rasulullah e memperbanyak membaca doa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Ya (Allah) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamamu” (. Riwayat At Turmuzi dari Anas secara marfu’, lihat Tuhfatul Ahwazie, juz 6, hal 349, juga terdapat dalam Shahih Al Jami’, 4864 ).
Ya Allah jadikan kami termasuk diantara mereka orang-orang yeng Engkau teguhkan, kami mohon kepada-Mu keteguhan dalam setiap urusan dan tekad untuk mendapatkan petunjuk. Dan akhir do`a kami adalah ucapan Alhamdulillahi Rabbil `alamin.
- Faktor kondisi kehidupan masyarakat kita yang semakin jauh dari mengamalkan nilai-nilai islam, serta banyaknya fitnah dan godaan-godaan yangbagaikan api menjalar kemana-mana, sementara itu berbagai macam bentuk syubhat dan syahwat menyebabkan agama ini menjadi terasa asing, sehingga orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya termasuk kedalam sebuah perumpamaan:
القَابِضُ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Orang yang menggenggam (berpegang teguh terhadap) agamanya, bagaikan orang yang menggenggam bara api “
Tidak diragukan lagi bagi orang yang memiliki pandangan, bahwa kebutuhan seorang muslim saat ini akan faktor-faktor yang mendukung keteguhan imannya lebih besar dari pada kebutuhan umat islam pada masa lalu, dan perjuangan untuk merealisasikannya pun lebih berat, karena keadaan yang telah rusak, sedikitnya kawan seperjuangan serta lemah dan sedikitnya orang yang membantu.
- Banyaknya terjadi peristiwa riddah (murtad) dan mundur dari medan perjuangan serta penyelewengan-penyelewengan yang bahkan hal tersebut terjadi pada sebagian aktivis-aktivis Islam, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi seorang muslim akan tragedi tersebut. Maka akhirnya mereka mencari sarana-sarana yang dapat mendatangkan keteguhan sehingga dirinya berlabuh di daratan yang aman.
- Keterkaitan pembahasan ini dengan hati, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang perihal hati:
لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلاَباً مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْياً
“Sesungguhnya hati anak Adam lebih keras goncangannya dari pada ketel (tempat memasak air) yang didalamnya terdapat air yang mendidih. “ (Riwayat Ahmad dan Hakim dan terdapat dalam (kitab) Silsilah hadits shahih 1772.)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberikan perumpamaan lain terhadap hati dalam sabdanya:
إِنَّمَا سُمِّىَ الْقَلْبُ من تَقَلُّبِهِ، إِنَّمَا مَثَلُ الْقَلْبِ كَمَثَلِ رِيْشَةٍ فِى أَصْلِ شَجَرَةٍ يُقَلِّبُهَا الرِّيْحُ ظَهْرًا لِبَطْنٍ
“Sesunggunnya hati (qalb) dinamakan hati karena sifatnya yang suka berbolak balik (taqallub), sesungguhnya perumpamaan hati bagaikan sehelai bulu burung di pokok pohon yang dibolak balikan oleh angin“ (Riwayat Ahmad 4/408, juga terdapat dalam Shahih Jami’ 2361)
Seorang penyair berkata:
وَمَاسُمِّيَ الإِنْسَانُ إِلاَّ لِنِسْيَانِهِ @ وَلاَ الْقَلْبُ إِلاَّ أَنَّهُ يَتَقَلَّبُ
Tidaklah manusia dinamakan insan kecuali karena pelupanya (an-nasyu)
Dan tidaklah hati dinamakan qalbu kecuali karena sifatnya yang suka bolak-balik (taqallub).
Meneguhkan hal yang mudah berbolak balik karena badai syahawat dan syubhat merupakan perkara yang sangat penting, membutuhkan upaya yang maksimal untuk mengatasinya sesuai dengan besar dan beratnya tantangan yang dihadapi.
Diantara kasih sayang Allah ta’ala kepada kita semua, Dia menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia atau lewat Rasul-Nya sarana-sarana yang mendukung tercapainya keteguhan. Akan kami ketengahkan kepada pembaca sekalian tiga sarana diantara sarana-sarana yang ada, yaitu:
Pertama: Berpegang Teguh Kepada Al Quran
Al-Quran yang mulia merupakan alat peneguh yang paling utama, dia merupakan tali Allah yang kuat, cahaya yang menerangi, siapa yang berpegang teguh dengannya Allah akan melindunginya, siapa yang mengikutinya Allah akan menyelamatkannya dan siapa yang menyeru kepadanya akan ditunjukkan kepadanya jalan yang lurus.
Allah telah menjelaskan bahwa tujuan Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah untuk mendatangkan keteguhan. Allah ta’ala berfirman saat membantah syubhat-syubhat orang-orang kafir:
“Berkatalah orang-orang kafir : “ Mengapa Al Quran tidak diturunkan kepadanya sekali saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) kepadamu sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya“ (QS. Al Furqan: 32-33)
Mengapa Al Quran menjadi sumber peneguh?
Karena Al-Quran dapat menumbuhkan keimanan dan membersihkan jiwa dengan adanya hubungan dengan Allah ta’ala.
Karena ayat-ayat-Nya yang diturunkan menyejukkan dan menyelamatkan hati seorang mu’min yang agar tidak goyah oleh badai fitnah. Hati menjadi tenang dengan berzikir kepada Allah.
Karena Al Quran membekali seorang muslim dengan gambaran dan nilai-nilai yang shahih (benar) yang dengannya dia dapat menilai kondisi disekelilingnya, demikian juga Al Quran membekalinya dengan standar hukum bagi segala hal sehingga dirinya tidak ragu dalam menentukan sebuah hukum dan ucapannya tidak kontradiktif walaupun dalam kondisi apapun.
Karena Al Quran membantah berbagai macam syubhat yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam dari golongan orang-orang kafir dan munafiq sebagaimana kasus yang pernah dialami oleh generasi pertama (generasi sahabat), berikut beberapa contohnya:
Bagaimanakah pengaruh firman Allah ta’ala:
“Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada pula membenci kamu” (QS. Adh Dhuha: 3).
Terhadap jiwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tatkala orang-orang musyrik berkata: “وُدِع مُحمد…..” (Muhammad telah ditinggalkan …). (lihat Shahih Muslim Syarh An Nawawi 12/156)
Bagaimanakah pengaruh firman Allah ta’ala:
“Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang “ ( QS. An Nahl: 103).
Bagaimanakah pengaruhnya tatkala orang-orang kafir Quraisy menuduh bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diajarkan oleh seseorang dan dia mengambil Al Quran dari seorang tukang kayu berbangsa Romawi di Makkah ?
Bagaimanakah pengaruh firman Allah ta’ala:
“Ketahuilah bahwa mereka terjerumus kedalam fitnah” ( QS. At Taubah: 49 ).
Dalam jiwa-jiwa orang-orang beriman tatkala orang-orang munafik berkata:
“Berilah saya izin -tidak pergi berperang- dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah” ( QS. At Taubah: 49 ).
Bukankah semua itu (ayat-ayat diatas) memberikan keteguhan, pengikat diantara hati-hati orang beriman, membantah berbagai macam syubhat dan membungkam pendukung-pendukung kebathilan ?
Yang menarik adalah tatkala Allah ta’ala menjanjikan kepada orang-orang beriman ghanimah (harta rampasan perang) yang banyak setelah mereka kembali dari Hudaibiyah (yaitu ghanimah perang Khaibar) dan ghanimah tersebut hanya mereka yang berhak mengambilnya karena hanya mereka yang berangkat kesana dan kemudian orang-orang munafik akan meminta agar dibolehkan untuk turut bersama mereka dan kaum muslimin akan berkata :”Kamu sekali-kali tidak boleh mengikuti kami”, kemudian mereka terus menuntut dan hendak mengubah janji Allah dan bahkan mereka akan berkata: “Sebenarnya kalian dengki kepada kami” maka kemudian Allah memberikan jawaban kepada mereka : “Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali”. Demikianlah semuanya terjadi babak demi babak dihadapan kaum muslimin.
Dari sini kita dapat membedakan antara orang-orang yang selalu mengaitkan kehidupannya dengan Al-Quran dan berpegang teguh kepadanya baik dalam bentuk membaca, menghafal, mengkaji dan mempelajarinya (darinya dia bertitik tolak dan kepadanya dia kembali), dengan orang-orang yang menjadikan ucapan manusia sebagai pusat perhatian dan kesibukannya.
Seharusnya para penuntut ilmu menjadikan Al-Quran beserta tafsirnya sebagai bagian utama dari kajian mereka.
Kedua: Tarbiyah (pendidikan)
Ada empat bentuk tarbiyah yang sangat mendasar yang dapat mendatangkan keteguhan, yaitu tarbiyah Imaniyah (keimanan), Ilmiah (keilmuan), Wa’iyah (penyadaran) dan Mutadarrijah (berangsur-angsur).
Yang dimaksud dengan tarbiyah Imaniyah adalah: tarbiyah yang dapat menghidupkan hati dengan perasaan khauf (takut), raja’ (berharap) dan mahabbah (cinta) yang dapat menyingkirkan kegersangan hati akibat jauh dari nash-nash Al Quran dan As-Sunnah dan hanya memperhatikan ucapan-ucapan orang-orang tertentu. Yang dimaksud dengan tarbiyah Ilmiah adalah: Tarbiyah yang berdiri diatas dalil yang shahih yang terhindar dari taklid buta yang tercela.
Yang dimaksud dengan tarbiyah Wa’iyah adalah: tarbiyah yang tidak menempuh jalan orang-orang yang menyimpang, tetapi mempelajari strategi musuh-musuh Islam serta memahami realitas yang ada, memahami setiap kejadian dan memberikan penilaian terhadapnya, menghindari ketertutupan dan tenggelam dalam lingkungan yang sempit dan terbatas.
Yang dimaksud dengan tarbiyah Mutadarrijah adalah: tarbiyah yang mengantarkan seorang muslim sedikit demi sedikit menaiki tangga kesempurnaannya dengan perencanaan yang seimbang, menghindari ketergesa-gesaan yang merusak.
Agar kita dapat mengetahui pentingnya masalah ini sebagai faktor peneguh, maka kita dapat melihat kembali siroh Rasulullah e dan kemudian bertanya kepada diri kita masing-masing.
Apa yang menjadi sumber keteguhan para sahabat saat menghadapi masa-masa penindasan?
Bagaima Bilal, Khabbab, Mush’ab dan keluarga Yasir serta yang lainnya dari golongan lemah dan bahkan para pembesar sahabat tetap teguh saat mengalami pemboikotan dan lain-lain?
Apakah mungkin mereka dapat tabah tanpa tarbiyah intensif dalam cahaya kenabian yang menerangi kepribadian mereka?
Kita ambil contoh seorang sahabat seperti Khabbab bin Al Arts Radiallahu`anhu, saat tuan perempuannya memanggang tusuk besi hingga memerah kemudian beliau (Khabbab) dengan punggung telanjang dilemparkan keatasnya dan besi tersebut baru padam setelah menembus punggungnya dan gajihnya meleleh diatasnya. Apa yang membuatnya sabar atas itu semua?
Demikian juga halnya dengan Bilal yang ditindih batu ditengah panasnya padang pasir dan Sumayyah yang dirantai dan dibelenggu…
Ada sebuah pertanyaan yang muncul pada fase Madinah, siapa yang tetap teguh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang Hunain saat banyak kaum muslimin yang mundur kebelakang? Apakah mereka (yang tetap teguh itu) adalah orang-orang yang baru masuk Islam atau mereka yang masuk Islam saat terjadi Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah) yang tidak mendapatkan tarbiyah dalam waktu yang cukup dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan banyak di antara mereka yang berperang semata-mata karena mengharapkan ghanimah (harta rampasan)? Ternyata tidak….justru yang tetap teguh adalah mereka yang telah mendapatkan gemblengan yang cukup dalam tarbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Seandainya tidak ada tarbiyah apakah mereka akan tetap teguh?
Ketiga: Berdoa
Termasuk karakteristik hamba Allah yang beriman adalah mereka memanjatkan doa kepada Allah ta’ala agar memberikan keteguhan kepada mereka:
Ya Rabb kami, janganlah Engkau goyahkan hati kami setelah Engkau beri kami petunjuk”
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kepada kami kesabaran dan mantapkanlah kaki-kaki kami”
Karena “Semua hati anak Adam berada diantara dua jari Ar-Rahman bagaikan satu hati, dia mengalihkannya sekehendak-Nya” (Riwayat Imam Ahmad dan Muslim dari Ibnu Umar secara marfu’, lihat Shahih Muslim Syarah An-Nawawi, juz 16, hal 204), maka Rasulullah e memperbanyak membaca doa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Ya (Allah) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamamu” (. Riwayat At Turmuzi dari Anas secara marfu’, lihat Tuhfatul Ahwazie, juz 6, hal 349, juga terdapat dalam Shahih Al Jami’, 4864 ).
Ya Allah jadikan kami termasuk diantara mereka orang-orang yeng Engkau teguhkan, kami mohon kepada-Mu keteguhan dalam setiap urusan dan tekad untuk mendapatkan petunjuk. Dan akhir do`a kami adalah ucapan Alhamdulillahi Rabbil `alamin.
*Diambil dari Wasail ats tsabat ‘ala dienillah karya Syaikh Muhammad Shaleh Al Munajjid
Oleh Ustadz Abu Ayyub
0komentar :
Posting Komentar