السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Panel Home
Other Content
HADITSHR BUKHARI
    • Posts
    • Comments
    • Pageviews

  • Translate
  • Kajian Tentang Rasa Takut (Khauf)

    Rasa Takut (Khauf)

    Sesungguhnya rasa takut memiliki kedudukan yang tinggi, dan bermanfaat bagi hati. Takut yang dimaksud adalah rasa takut kepada Allah. Perasaan takut kepada Allah merupakan suatu hal yang wajib ada pada diri setiap orang. Allah berfirman, “…karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imran; 175).

    Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman, “Dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah: 40). Dalam surat Al-Maidah, Allah memerintahkan kita agar jangan takut kepada manusia, “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.” (QS. Al-Maidah: 44).

    Abu Hafsh berkata, “Khauf adalah cemeti Allah yang digunakan untuk meluruskan orang-orang yang lari keluar dari pintu-Nya.” Rasa takut merupakan pembimbing hati manusia agar selalu berada di atas jalan yang lurus. Bila rasa takut telah hilang dari hati seseorang maka ditakutkan mereka akan tersesat. Hal ini sebagaimana perkataan Dzun Nun, “Manusia akan senantiasa diatas jalan yang lurus selama mereka masih tetap memiliki rasa takut. Bila rasa takut telah hilang, maka jalan mereka akan menjadi sesat.”

    Buah Rasa Takut

    Jika rasa takut kepada Allah tertanam kuat di dalam hati seseorang, maka rasa takut itu akan menghalangi seseorang dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah. Abu Utsman berkata, “Rasa takut yang sejati adalah bersikap wara’ dari dosa-dosa, baik yang lahir maupun yang batin.” Perkataan senada juga pernah diucapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Rasa takut yang terpuji adalah yang membentengi Anda dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.”

    Orang yang paling takut kepada Allah

    Orang yang paling takut kepada Allah adalah orang yang paling mengetahui dirinya dan Rabb-nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku adalah orang yang paling tahu di antara kalian tentang Allah. Oleh karena itu, aku (adalah) orang yang paling takut di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim). Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28).

    Jika pengetahuan semakin sempurna, maka akan berpengaruh terhadap rasa takut yang kemudian akan mempengaruhi hati dan seluruh anggota tubuh. Rasa takut akan membuat anggota tubuh menghentikan perbuatan durhaka dan mendorongnya untuk taat kepada Allah.

    Cara Menggugah Rasa Takut

    Cara untuk menggugah rasa takut dapat ditempuh dengan dua cara, dimana kedudukan yang satu lebih tinggi daripada yang lain.
    Pertama, takut terhadap azab-Nya. Ini merupakan rasa takut yang secara menyeluruh menghinggapi manusia. Rasa takut ini melemah karena iman yang lemah atau kelalaian yang menguat. Untuk menghilangkan kelalaian ini, bisa dilakukan dengan mengingat dan memikirkan siksa di akhirat, serta memperhatikan orang-orang yang takut kepada Allah dan ikut bergaul bersama mereka.

    Kedua, takut kepada Allah. Tingkatan ini merupakan rasa takutnya para ulama. Allah berfirman, “Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri-Nya.” (QS. Ali Imran: 30).

    Ketakutan Para Salafush Shaleh

    Dalam suatu kisah, Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu mendengar sebuah ayat yang dibaca, lalu dia jatuh sakit hingga beberapa hari lamanya. Lalu, suatu hari dia mengambil segenggam tanah, seraya berkata, “Andaikan saja aku menjadi seperti tanah ini. Andaikan saja aku bukan yang diingat. Andaikan saja ibuku tidak pernah melahirkan aku.” Sementara itu, diwajahnya saat itu terlihat dua garis hitam karena banyak menangis.

    Diriwayatkan bahwa jika Abu Bakar sedang mendirikan shalat, maka seakan-akan dia seperti sebatang pohon yang diam tak bergerak karena rasa takutnya kepada Allah.

    Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, aku telah melihat para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada saat ini, aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka. Mereka (sahabat) adalah orang-orang yang kusut dan berdebu, di antara mata mereka seakan-akan ada iring-iringan orang yang mengantar jenazah. Mereka senantiasa sujud dan berdiri kepada Allah, membaca Kitabullah, pergi dengan berjalan kaki dan mengingat Allah. Mereka tampak seperti pohon-pohon yang condong dan bergoyang pada saat angin berhembus kencang. Mereka selalu menangis hingga kain mereka basah. Demi Allah, sepertinya orang-orang pada saat ini sudah (banyak yang) lalai.” Muhammad bin Waqi’ pernah menangis sepanjang malam dan hampir tidak pernah berhenti.

    Jika Umar bin Abdul-Aziz mengingat mati, maka badannya bergetar seperti burung yang gemetar, lalu dia menangis, dan air matanya membasahi jenggotnya. Sepanjang malam dia menangis dan seluruh penghuni rumah pun ikut menangis. Fatimah, istrinya bertanya kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau menangis?” Umar bin Abdul-Aziz menjawab, “Aku ingat tempat kembalinya orang-orang dihadapan Allah. Di antara mereka ada yang di surga dan yang lain ada di neraka.” Setelah itu, Umar bin Abdul-Aziz pun pingsan.

    Begitulah gambaran mengenai rasa takut yang hinggap di hati para salafush shaleh. Mereka takut pada Allah, dan takut akibat dari dosa yang mereka lakukan. Dosa akan menyebabkan hati menjadi keras, dan hati yang keras akan sulit untuk menerima hidayah dan nasehat.

    Sebagian salaf menuturkan, “Aku berkata kepada seorang rahib, ‘berilah aku nasehat!’” Rahib berkata, “Jika engkau sanggup, anggaplah dirimu seperti orang yang berada dalam ancaman terkaman binatang buas atau seekor singa. Tentu saja dia akan merasa takut. Namun dia harus bersikap waspada agar dia jangan sampai lalai sehingga singa itu bisa menerkam atau mengigitnya. Badannya gemetar karena takut, “ nasehati aku lagi! Lalu, rahib berkata, “Rasa dahaga itu sudah hilang dengan sedikit air.”
    Apa yang dikatakan rahib itu memang gambaran seseorang yang berada dalam ancaman terkaman singa. Gambaran tersebut merupakan hakikat seorang mukmin. Barangsiapa yang memandang batinnya dengan cahaya mata hatinya, maka dia akan melihatnya seakan-akan hatinya terancam terkaman singa yang ganas, seperti amarah, dengki, iri, takabbur, ujub, dan riya’. Semua sifat ini bisa menerkamnya jika dia lalai.
    Sumber:
    Minhajul Qashidin Jalan-Jalan Orang yang mendapat Petunjuk, Ibnu Qudamah: Pustaka Al-Kautsar.  Obat Hati, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah: Darul Haq.

    0komentar :

    Posting Komentar

    top