السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Panel Home
Other Content
HADITSHR BUKHARI
    • Posts
    • Comments
    • Pageviews

  • Translate
  • Berbakti Kepada Orang Tua (Bagian 6)

    "Kisah Taubatnya Tukang Sihir Wanita" 

    Ketujuh : Berbakti kepada orangtua merupakan penebus dosa-dosa besar

    عن بن عمر رضي الله عنهما قال أتى النبي  صلى الله عليه وسلم  رجل فقال يا رسول الله إني أذنبت ذنبا كثيرا فهل لي من توبة قال ألك والدان قال لا قال فلك خالة قال نعم فقال رسول الله  صلى الله عليه وسلم  فبرها إذا

    Dari Ibnu Umar berkata, “Seorang laki-laki mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melakukan dosa yang banyak[1], apakah ada taubat bagiku?”, Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Apakah engkau memiliki kedua orangtua?”, ia berkata, “Tidak”, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata, “Apakah engkau memiliki bibi (saudara wanita ibu)?”, ia berkata, “Iya”, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata, “Kalo begitu berbaktilah kepada bibimu!”.[2]

    عن عطاء بن يسار عن بن عباس أنه أتاه رجل فقال أنى خطبت امرأة فأبت أن تنكحني وخطبها غيرى فأحبت أن تنكحه فغرت عليها فقتلتها فهل لي من توبة قال أمك حية قال لا قال تب إلى الله عز وجل وتقرب إليه ما استطعت فذهبت فسألت بن عباس لم سألته عن حياة أمه فقال أنى لا أعلم عملا أقرب إلى الله عز وجل من بر الوالدة

    Dari ‘Ato’ bin Yasar dari Ibnu Abbas bahwasanya ada seorang pria menemuinya dan berkata, “Aku mengkhitbah seorang wanita dan ia menolak untuk menikah denganku lalu datang orang lain mengkhitbahnya maka ia mau menikah dengannya maka akupun cemburu dan aku bunuh wanita itu, apakah aku masih bisa bertaubat?”, Ibnu Abbas berkata, “Apakah ibumu masih hidup?”, ia berkata, “Tidak”, Ibnu Abbas berkata, “Bertaubatlah engkau kepada Allah dan bertaqorrublah (beribadahlah) kepada Allah sekuat engkau”. Lalu pergilah orang itu dan akupun (Ato’ bin Yasar) bertanya kepada Ibnu Abbas kenapa ia menayakan apakah ibu orang tersebut masih hidup?”, Ibnu Abbas berkata, “Aku tidak mengetahui ada suatu amalan yang lebih dekat kepada Allah dari pada berbakti kepada ibu”[3]

    عن عائشة زوج النبي  صلى الله عليه وسلم  أنها قالت قدمت علي امرأة من أهل دومة الجندل جاءت تبتغي رسول الله  صلى الله عليه وسلم  بعد موته حداثة ذلك تسأله عن أشياء دخلت فيه من أمر السحر ولم تعمل به وقالت عائشة رضي الله عنها لعروة يا بن أختي فرأيتها تبكي حين لم تجد رسول الله  صلى الله عليه وسلم  فيشفيها فكانت تبكي حتى إني لأرحمها وتقول إني أخاف أن أكون قد هلكت كان لي زوج فغاب عني فدخلت علي عجوز فشكوت ذلك إليها فقالت إن فعلت ما آمرك به فأجعله يأتيك فلما كان الليل جاءتني بكلبين أسودين فركبت أحدهما وركبت الآخر فلم يكن شيء حتى وقفنا ببابل وإذا برجلين معلقين بأرجلهما فقالا ما جاء بك قلت نتعلم السحر فقالا إنما نحن فتنة فلا تكفري فارجعي فأبيت وقلت لا قالا فاذهبي إلى ذلك التنور فبولي فيه فذهبت ففزعت ولم أفعل فرجعت إليهما فقالا أفعلت فقلت نعم فقالا هل رأيت شيئا فقلت لم أر شيئا فقالا لم تفعلي ارجعي إلى بلادك ولا تكفري فأرببت وأبيت فقالا اذهبي إلى ذلك التنور فبولي فيه فذهبت فاقشعررت وخفت ثم رجعت إليهما وقلت قد فعلت فقالا فما رأيت قلت لم أر شيئا فقالا كذبت لم تفعلي ارجعي إلى بلادك ولا تكفري فإنك على رأس أمرك فأرببت وأبيت فقالا اذهبي إلى التنور فبولي فيه فذهبت إليه فبلت فيه فرأيت فارسا مقنعا بحديد خرج مني فذهب في السماء وغاب حتى ما أراه فجئتهما فقلت قد فعلت فقالا فما رأيت قلت رأيت فارسا مقنعا خرج مني فذهب في السماء وغاب حتى ما أراه فقالا صدقت ذلك إيمانك خرج منك اذهبي فقلت للمرأة والله ما أعلم شيئا وما قالا لي شيئا فقالت بلى لم تريدي شيئا إلا كان خذي هذا القمح فابذري فبذرت وقلت أطلعي فأطلعت وقلت احقلي فأحقلت ثم قلت افركي فأفركت ثم قلت أيبسي فأيبست ثم قلت اطحني فأطحنت ثم قلت أخبزي فأخبزت فلما رأيت أني لا أريد شيئا إلا كان سقط في يدي وندمت والله يا أم المؤمنين ما فعلت شيئا ولا أفعله أبدا

    ورواه بن أبي حاتم عن الربيع بن سليمان به مطولا كما تقدم وزاد بعد قولها ولا أفعله أبدا فسألت أصحاب رسول الله  صلى الله عليه وسلم  حداثة وفاة رسول الله  صلى الله عليه وسلم  وهم يومئذ متوافرون فما دروا ما يقولون لها وكلهم هاب وخاف أن يفتيها بما لا يعلمه إلا أنه قد قال لها بن عباس أو بعض من كان عنده لو كان أبواك حيين أو أحدهما

    Dari Aisyah, berkata, “Seorang wanita dari penduduk Daumatul Jandal datang kepadaku, ia datang untuk mencari Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam yang baru saja wafat, ia hendak bertanya tentang beberapa perkara (ilmu sihir) yang telah ia masuki namun ia belum mempraktekannya.” Aisyah berkata kepada Urwah, “Wahai anak saudaraku, aku melihat wanita itu menangis ketika tidak menjumpai Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam untuk memberi jawaban kepadanya, maka iapun menangis hingga aku kasihan padanya.

    Wanita itu berkata “Aku takut kalau aku telah binasa, aku meimiliki seorang suami yang pergi meninggalkan aku lalu aku menemui seorang nenek dan aku mengeluhkan kepadanya hal itu, nenek itu berkata, “Jika engkau melakukan apa yang aku perintahkan kepadamu maka aku akan menjadikan suamimu balik kepadamu”. Maka tatkala malam hari nenek itu datang kepadaku dengan membawa dua ekor anjing yang hitam, akupun menunggangi salah satu anjing tersebut dan nenek itu menunggangi anjing yang kedua, dan tidak ada apa-apa hingga akhirnya kami sampai di Babil lalu tiba-tiba ada dua orang pria yang tergantung kaki-kaki mereka. Kedua lelaki itu berkata, “Apa yang membawamu kemari?”, aku berkata, “Kami ingin mempelajari sihir”, mereka berkata, “Sesungguhnya kami adalah fitnah maka janganlah engkau kafir (kepada Allah), kembalilah!”, namun aku enggan, aku katakana kepada mereka, “Tidak”, mereka berdua berkata, “Pergilah ke tanur itu lalu kencinglah dalam tanur tersebut!”, lalu akupun pergi dan aku merasa takut sehingga aku tidak melakukan apa-apa, lalu aku kembali kepada mereka berdua. Mereka berkata, “Apakah engkau telah melakukannya?”, aku katakana, “Iya”, mereka berkata, “Apakah engkau melihat sesuatu?”, aku berkata, “Aku tidak melihat apa-apa”, mereka berkata, “Berarti engkau belum melakukannya, kembalilah ke negerimu dan janganlah kafir”, namun aku enggan dan enggan. Mereka berkata, “Pergilah ke tanur itu dan kencinglah di tanur tersebut!”, maka akupun pergi dan aku merasa takut dan merinding lalu aku kembali kepada mereka berdua dan aku katakan kepada mereka berdua bahwasanya aku telah melakukannya. Mereka berkata, “Apakah yang engkau lihat?”, aku berkata, “Aku tidak melihat apa-apa”, mereka berkata, “Engkau telah berbohong, engkau belum melakukannya, kembalilah ke negerimu dan janganlah engkau kafir sesungguhnya engkau berada pada urusanmu yang sangat penting!”, namun aku enggan dan enggan. Mereka berkata, “Pergilah ke tanur itu dan kencinglah di dalamnya!”, lalu akupun pergi dan akupun kencing di tanur itu lalu aku melihat seekor kuda yang terkekang dengan besi keluar dari tubuhku lalu terbang ke langit lalu menghilang hingga tidak terlihat olehku. Lalu aku mendatangi mereka berdua dan kukatakan kepada mereka bahwa aku telah melakukannya, mereka berkata, “Apakah yang kau lihat?”, aku berkata, “Aku melihat seekor kuda yang terkekang dengan besi keluar dari tubuhku lalu terbang kelangit hingga hilang dari pandanganku”, mereka berkata, “Engkau jujur, sesungguhnya itu adalah imanmu yang telah keluar darimu, maka pergilah!”, aku berkata kepada si nenek, “Demi Allah, aku belum mempelajari apa-apa dan mereka berdua tidak mengatakan apa-apa kepadaku”, nenek itu berkata, “Tidak, bahkan tidaklah engkau menghendaki sesuatu kecuali engkau tinggal mengambil biji gandum ini dan tanamlah!” kemudian akupun menanamnya dan aku berkata, “Keluarlah bunganya!”, maka biji gandum itupun mengeluarkan bunganya, “Kemudian aku berkata, “Jadilah basah (agak masak)!”, maka gandum itupun mulai membasah (agak masak), lalu aku berkata, “Terbukalah!” maka gandum itupun terbuka, lalu aku berkata, “Keringlah (masaklah)!”, lalu gandum itupun masak. Lalu aku berkata, “Haluslah!”, maka gandum itu menjadi halus (seperti selesai digiling), lalu aku berkata, “Jadilah roti!”, maka jadilah gandum itu roti. Tatkala aku mengetahui bahwa tidaklah aku menghendaki sesuatu kecuali ada di tanganku maka akupun menyesal, demi Allah wahai Ummul mukminin aku tidak melakukan apa-apa, dan aku tidak akan melakukannya selamanya”[4]

    Dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ar-Robi’ bin Sulaiman hingga Aisyah sebagaimana di atas dengan tambahan setelah lafal di atas sebagai berikut,

    Aisyah berkata, “Akupun bertanya kepada para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sepeninggal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mereka tatkala itu masih banyak maka mereka tidak tahu apa yang harus mereka katakan kepada sang wanita itu, semuanya takut untuk memberi fatwa kepadanya tanpa ilmu, hanya saja Ibnu Abbas telah berkata kepadanya (atau sebagian orang yang ada di sisi Ibnu Abbas), “Jika kedua orangtuamu masih hidup atau salah satunya”

    Ibnu Katsir berkata, “Isnadnya jayyid hingga Aisyah”[5]

    Para sahabat merasa sulit untuk berfatwa dengan sesuatu amalan yang bisa dilakukan oleh wanita tersebut untuk menghapuskan dosa-dosanya, namun Ibnu Abbas memandang bahwa berbakti kepada orangtua bisa menjadi penebus dosa-dosanya.

    Bersambung...

    Abu ‘Abdilmuhsin Firanda Andirja

    Catatan Kaki:

    [1] Dalam riwayat yang lain ذنبا عظيما ((Dosa yang besar)) (Targhib wat tarhib karya Mundziri 3/221)
    [2] HR Al-Hakim (Al-Mustadrok 4/171 no 7261), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahih targhib wat tarhib 2 no 2504
    [3] HR Al-Bukhari di Al-Adab Al-Mufrod 1/15 no 4 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.
    [4] Tafsir At-Thobari 1/460-461
    [5] Tafsir Ibnu Katsir 1/143, Berkata Hisyam (perowi), “Jika wanita itu datang kepada kami tentu kami telah memberi fatwa kepadanya (bahkan) dengan jaminan”. Berkata Ibnu Abiz Ziyad, “Hisyam berkata bahwasanya para sahabat adalah orang-orang yang waro’ dan takut kepada Allah, kemudian Hisyam berkata, “Jika ada seperti wanita itu datang kepada kita pada hari ini maka ia akan mendapati kita menutupi mulut-orang-orang bodoh dan berfatwa tanpa ilmu”

    0komentar :

    Posting Komentar

    top