MUKADIMAH
Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.
Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga …. zaman semakin berdekatan (terasa singkat)”. [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fitan 13:81-82].
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah pula, katanya : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga waktu semakin berdekatan (semakin singkat), setahun seperti sebulan, sebulan seperti sejum’at, sejum’at seperti sehari, sehari seperti sejam, dan sejam terasa hanya sekejap”. [Musnad Ahmad 2 : 537-538 dengan catatan pinggir Muntakhab Al-Kanz. Dan diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dari Anas : Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami'ay Tirmidzi, Awab Zuhud, Bab Maa Ja-a fi Taqoorubis Zaman wa Qashril Amal 6:624-625. Ibnu Katsir berkata, "Isnadnya menurut syarat Muslim" : An-Nihayah fil Fitan wal Malahim 1:181 dengan tahqiq Dr Thaha Zaini]
Mengenai berdekatnya zaman ini terdapat bermacam-macam pendapat ulama, antara lain :
[1]. Bahwa yang dimaksud dengan berdekatnya zaman ialah sedikitnya barakah pada zaman (kesempatan) itu. (Periksa : Ma’alimus sunan dengan catatan pinggir Mukhtashar Sunan Abu Daud oleh Al-Mundziri 6:141-142 ; Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir 10: 409; Fathul Bari 13:16). Ibnu Hajar berkata, “Hal ini telah kita jumpai pada masa sebelumnya”.[Fathul Bari 31:16].
[2]. Bahwa yang dimaksud ialah zaman Al-Mahdi dan Isa ‘Alaihissalam yang pada waktu itu manusia merasakan kelezatan hidup, kemanan yang merata, dan keadilan yang menyeluruh. Karena manusia itu bila hidup dalam kesenangan, mereka merasa hanya sebentar, walaupun sebenarnya waktunya sudah lama. Dan sebaliknya mereka merasakan penderitaan dan kesengsaraan itu lama sekali walaupun sebenarnya saat pendrritaan dan kesengsaraan itu hanya sebentar. [Fathul Bari 13:16].
[3]. Bahwa yang dimaksud ialah berdekatan atau hampir mirip kondisi masyarakat pada waktu itu karena sedikitnya kepeduliaan mereka terhadap Ad-Din. Sehingga, sudah tidak ada lagi orang yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar karena telah merajalelanya kefasikan dan eksisnya ahli kefasikan. Hal ini terjadi ketika manusia sudah tidak mau menuntut ilmu tentang Ad-Din (agama) dan ridha dengan kejahilan terhadap Ad-Din itu. Sebab, keadaan sebagaimana dalam berilmu itu bertingkat-tingkat, tidak sama, sebagaimana firman Allah :
“Artinya : Dan di atas semua yang punya ilmu itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”. [Yusuf : 76].
Sedang tingkat manusia dalam kejahilan itu setara. Yakni bila semua mereka itu bodoh maka peringkat mereka sama saja.
[4]. Bahwa yang dimaksud ialah hubungan antar manusia pada zaman itu terasa begitu dekat karena canggihnya alat-alat transportasi, baik lewat darat, udara (maupun laut) yang demikian cepat sehingga jarak yang jauh terasa begitu dekat. [Itihaful Jama'ah 1:497 ; dan Al-'Aqaid Al-Islamiyah oleh Sayid Sabiq : 247].
[5]. Bahwa yang dimaksud ialah jarak waktu semakin pendek dan berlalu dengan cepat secara hakiki. Ini terjadi pada akhir zaman, dan hal ini belum terjadi hingga sekarang. Persepsi ini diperkuat dengan alasan bahwa hari-hari Dajjal (pada zaman Dajjal) menjadi panjang sehingga sehari itu seperti setahun, seperti sebulan, dan seperti sejum’at lamanya. Bila saja hari-hari itu dapat berubah menjadi panjang maka ia juga dapat berubah menjadi pendek. Hal ini terjadi ketika aturan alam sudah rusak dan dunia telah mendekati masa kehancurannya. [Mukhtashar Sunan Abu Daud 6:142 dan Jami'ul Ushul 10:409 dengan tahqiq Abdul Qadir Al-Arnauth]
Imam Abu Hamzah[1] berkata : “Boleh jadi yang dimaksud dengan berdekatannya zaman ialah jangka waktu itu menjadi pendek sebagaimana disebutkan dalam hadits :”Tidak akan datang hari kiamat sehingga masa setahun itu seperti sebulan”. Dengan demikian, perpendekan waktu itu boleh jadi bersifat hissiyah (inderawi) dan boleh jadi bersifat maknawi (non inderawi). Yang bersifat hissi (inderawi) hingga sekarang belum nampak, mungkin baru akan terjadi ketika kiamat sudah dekat.
Adapun yang bersifat maknawi sudah terjadi, dan hal ini dapat dirasakan oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan agama dan yang memiliki perhatian dan kejelian terhadap urusan duniawi. Hal ini dapat dijumpai ketika mereka tidak lagi dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya dapat mereka selesaikan dengan porsi waktu yang sama. Mereka mengeluh hal itu, tetapi tidak mereka ketahui sebabnya. Hal ini boleh jadi disebabkan lemahnya keimanan karena banyaknyan perkara dan praktik hidup yang bertentangan dengan syara’ dalam pelbagai aspek. Dan lebih parah lagi dalam masalah makanan, di antaranya ada yang haram melulu dan ada pula yang syubhat. Juga banyak pula orang yang tidak memperdulikan cara mencari harta apakah dengan jalan halal atau dengan jalan haram, yang penting mendapatkan hasil yang banyak.
Pada kenyataannya, barakah pada waktu (masa), rizki, dan tanaman itu hanya diperoleh dengan iman yang kuat, mengikuti perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya.
Allah berfirman.
“Artinya : Kalau penduduk suatu negeri benar-benar beriman dan bertaqwa, niscaya Kami bukakan bagi mereka barakah-barakah dari langit dan dari bumi”. [Al-A'raf : 96].
[Disalin dari Buku Asyratus Sa'ah Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat terbitan Pustaka Mantiq hal. 119-121 penerjemah Drs As'ad Yasin dan Zaini Munir Fadholi]
_________
Foote Note.
[1] Beliau adalah Al-’Allamah Abu Muhammad Abdullah bin Sa’ad bin Sa’id bin Abi Hamzah Al-Azdi Al-Andalusi Al-Maliki, seorang ulama hadits. Beliau memiliki banyak karangan, antara lain : “Jam’un Nihayah” yang merupakan Mukhtashar Shahih Bukhari, dan kitab “Al-Mara-i Al-Hisan” Tentang hadits dan ru’ya. Ibnu Katsir berkata, “Beliau adalah Imam yang alim dan ahli ibadah…, suka menyampaikan kebenaran, menyuruh yang ma’ruf, dan mencegah yang mungkar. Beliau wafat di Mesir pada tahun 695H. Semoga Allah merahmati beliau. Al-Bidayah wan Nihayah 13:346, dan Al-A’lam 4:89
Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga …. zaman semakin berdekatan (terasa singkat)”. [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fitan 13:81-82].
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah pula, katanya : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga waktu semakin berdekatan (semakin singkat), setahun seperti sebulan, sebulan seperti sejum’at, sejum’at seperti sehari, sehari seperti sejam, dan sejam terasa hanya sekejap”. [Musnad Ahmad 2 : 537-538 dengan catatan pinggir Muntakhab Al-Kanz. Dan diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dari Anas : Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami'ay Tirmidzi, Awab Zuhud, Bab Maa Ja-a fi Taqoorubis Zaman wa Qashril Amal 6:624-625. Ibnu Katsir berkata, "Isnadnya menurut syarat Muslim" : An-Nihayah fil Fitan wal Malahim 1:181 dengan tahqiq Dr Thaha Zaini]
Mengenai berdekatnya zaman ini terdapat bermacam-macam pendapat ulama, antara lain :
[1]. Bahwa yang dimaksud dengan berdekatnya zaman ialah sedikitnya barakah pada zaman (kesempatan) itu. (Periksa : Ma’alimus sunan dengan catatan pinggir Mukhtashar Sunan Abu Daud oleh Al-Mundziri 6:141-142 ; Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir 10: 409; Fathul Bari 13:16). Ibnu Hajar berkata, “Hal ini telah kita jumpai pada masa sebelumnya”.[Fathul Bari 31:16].
[2]. Bahwa yang dimaksud ialah zaman Al-Mahdi dan Isa ‘Alaihissalam yang pada waktu itu manusia merasakan kelezatan hidup, kemanan yang merata, dan keadilan yang menyeluruh. Karena manusia itu bila hidup dalam kesenangan, mereka merasa hanya sebentar, walaupun sebenarnya waktunya sudah lama. Dan sebaliknya mereka merasakan penderitaan dan kesengsaraan itu lama sekali walaupun sebenarnya saat pendrritaan dan kesengsaraan itu hanya sebentar. [Fathul Bari 13:16].
[3]. Bahwa yang dimaksud ialah berdekatan atau hampir mirip kondisi masyarakat pada waktu itu karena sedikitnya kepeduliaan mereka terhadap Ad-Din. Sehingga, sudah tidak ada lagi orang yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar karena telah merajalelanya kefasikan dan eksisnya ahli kefasikan. Hal ini terjadi ketika manusia sudah tidak mau menuntut ilmu tentang Ad-Din (agama) dan ridha dengan kejahilan terhadap Ad-Din itu. Sebab, keadaan sebagaimana dalam berilmu itu bertingkat-tingkat, tidak sama, sebagaimana firman Allah :
“Artinya : Dan di atas semua yang punya ilmu itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”. [Yusuf : 76].
Sedang tingkat manusia dalam kejahilan itu setara. Yakni bila semua mereka itu bodoh maka peringkat mereka sama saja.
[4]. Bahwa yang dimaksud ialah hubungan antar manusia pada zaman itu terasa begitu dekat karena canggihnya alat-alat transportasi, baik lewat darat, udara (maupun laut) yang demikian cepat sehingga jarak yang jauh terasa begitu dekat. [Itihaful Jama'ah 1:497 ; dan Al-'Aqaid Al-Islamiyah oleh Sayid Sabiq : 247].
[5]. Bahwa yang dimaksud ialah jarak waktu semakin pendek dan berlalu dengan cepat secara hakiki. Ini terjadi pada akhir zaman, dan hal ini belum terjadi hingga sekarang. Persepsi ini diperkuat dengan alasan bahwa hari-hari Dajjal (pada zaman Dajjal) menjadi panjang sehingga sehari itu seperti setahun, seperti sebulan, dan seperti sejum’at lamanya. Bila saja hari-hari itu dapat berubah menjadi panjang maka ia juga dapat berubah menjadi pendek. Hal ini terjadi ketika aturan alam sudah rusak dan dunia telah mendekati masa kehancurannya. [Mukhtashar Sunan Abu Daud 6:142 dan Jami'ul Ushul 10:409 dengan tahqiq Abdul Qadir Al-Arnauth]
Imam Abu Hamzah[1] berkata : “Boleh jadi yang dimaksud dengan berdekatannya zaman ialah jangka waktu itu menjadi pendek sebagaimana disebutkan dalam hadits :”Tidak akan datang hari kiamat sehingga masa setahun itu seperti sebulan”. Dengan demikian, perpendekan waktu itu boleh jadi bersifat hissiyah (inderawi) dan boleh jadi bersifat maknawi (non inderawi). Yang bersifat hissi (inderawi) hingga sekarang belum nampak, mungkin baru akan terjadi ketika kiamat sudah dekat.
Adapun yang bersifat maknawi sudah terjadi, dan hal ini dapat dirasakan oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan agama dan yang memiliki perhatian dan kejelian terhadap urusan duniawi. Hal ini dapat dijumpai ketika mereka tidak lagi dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya dapat mereka selesaikan dengan porsi waktu yang sama. Mereka mengeluh hal itu, tetapi tidak mereka ketahui sebabnya. Hal ini boleh jadi disebabkan lemahnya keimanan karena banyaknyan perkara dan praktik hidup yang bertentangan dengan syara’ dalam pelbagai aspek. Dan lebih parah lagi dalam masalah makanan, di antaranya ada yang haram melulu dan ada pula yang syubhat. Juga banyak pula orang yang tidak memperdulikan cara mencari harta apakah dengan jalan halal atau dengan jalan haram, yang penting mendapatkan hasil yang banyak.
Pada kenyataannya, barakah pada waktu (masa), rizki, dan tanaman itu hanya diperoleh dengan iman yang kuat, mengikuti perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya.
Allah berfirman.
“Artinya : Kalau penduduk suatu negeri benar-benar beriman dan bertaqwa, niscaya Kami bukakan bagi mereka barakah-barakah dari langit dan dari bumi”. [Al-A'raf : 96].
[Disalin dari Buku Asyratus Sa'ah Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat terbitan Pustaka Mantiq hal. 119-121 penerjemah Drs As'ad Yasin dan Zaini Munir Fadholi]
_________
Foote Note.
[1] Beliau adalah Al-’Allamah Abu Muhammad Abdullah bin Sa’ad bin Sa’id bin Abi Hamzah Al-Azdi Al-Andalusi Al-Maliki, seorang ulama hadits. Beliau memiliki banyak karangan, antara lain : “Jam’un Nihayah” yang merupakan Mukhtashar Shahih Bukhari, dan kitab “Al-Mara-i Al-Hisan” Tentang hadits dan ru’ya. Ibnu Katsir berkata, “Beliau adalah Imam yang alim dan ahli ibadah…, suka menyampaikan kebenaran, menyuruh yang ma’ruf, dan mencegah yang mungkar. Beliau wafat di Mesir pada tahun 695H. Semoga Allah merahmati beliau. Al-Bidayah wan Nihayah 13:346, dan Al-A’lam 4:89
0komentar :
Posting Komentar