SUDAH 66 tahun semenjak Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan negara ini. Selama itu pula, Indonesia sudah mengalami bebagai perubahan sistem pemerintahan, amandemen UUD sebanyak empat kali, dan ribuan UU telah dibuat. Namun, masalah di negara ini tak kunjung selesai. Salah satunya adalah masalah KKN yang tak kunjung usai walaupun telah dibentuk KPK.
KKN merupakan warisan dari penjajahan pemerintahan Belanda di Indonesia, yang tanpa disadari telah mendarah daging pada rakyat Indonesia. Apalagi, pada sistem pemerintahan demokrasi saat ini merupakan suasana yang sangat subur untuk terjadinya hal tersebut.
KKN telah merambat ke setiap lembaga pemerintahan. Jarang sekali kita temukan seorang pemerintah yang tidak tersangkut kasus KKN. Akhir-akhir ini, yang menghebohkan adalah masalah jual-beli pasal yang dilakoni oleh para wakil rakyat kita. Dalam pembuatan sebuah UU, untuk menggoalkannya diperlukan sejumlah uang yang dibayarkn kepada para wakil rakyat kita yang tercinta ini.
"Trade off atau tukar-menukar UU memang terjadi. Ini dengan menggunakan kekuatan politik dan menukar dengan imbalan tertentu," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (Repulika, 18/11).
Salah satunya adalah pengesahan RUU SDA oleh DPR karena tuntutan dari Bank Dunia. RUU ini membenarkan privatisasi sumber daya air dan pengusaan air oleh swasta. Sebagai balasannya, Indonesia menerima pinjaman sebanyak 350 juta USD.
Dari sini dapat kita lihat betapa tak berdayanya para wakil kita dalam menghadapi para pemilik modal sehingga apa pun yang mereka inginkan dapat terkabulkan hanya dengan memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR.
Tindak para wakil rakyat yang seperti ini sangat merugikan rakyat Indonesia. Semua ini terjadi karena sistem demokrasi yang menjadi pilar ideologi kapitalisme, di mana hak membuat UU diserahkan kepada wakil rakyat. Wakil rakyat di sini juga manusia yang dipengaruhi oleh berbagai kepentingan, sehingga melahirkan UU yang sesuai dengan kepentingannya, bukan kepentingan rakyat.
Dalam sistem pemerintahan Islam, hak pembuat hukum hanyalah Allah Subhanhu Wa Ta'ala saja sebagai pencipta manusia. Dia tahu apa yang terbaik untuk ciptaannya, dan Dia pun takkan pernah mengambil manfaat dari ciptaan-Nya tersebut. Untuk menyelesaikan masalah ini, mari kita kembali ke peraturan yang telah ditetapkan Allah Subhanhu Wa Ta'ala, yaitu syariah Islam.
Referensi :
Atifa Rahmi
Wisma Annisa No.27 Rt 03/Rw01 Gerlong Girang, Bandung
Athifa85@yahoo.com
Red: Cholis Akbar
http://www.hidayatullah.comKKN merupakan warisan dari penjajahan pemerintahan Belanda di Indonesia, yang tanpa disadari telah mendarah daging pada rakyat Indonesia. Apalagi, pada sistem pemerintahan demokrasi saat ini merupakan suasana yang sangat subur untuk terjadinya hal tersebut.
KKN telah merambat ke setiap lembaga pemerintahan. Jarang sekali kita temukan seorang pemerintah yang tidak tersangkut kasus KKN. Akhir-akhir ini, yang menghebohkan adalah masalah jual-beli pasal yang dilakoni oleh para wakil rakyat kita. Dalam pembuatan sebuah UU, untuk menggoalkannya diperlukan sejumlah uang yang dibayarkn kepada para wakil rakyat kita yang tercinta ini.
"Trade off atau tukar-menukar UU memang terjadi. Ini dengan menggunakan kekuatan politik dan menukar dengan imbalan tertentu," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (Repulika, 18/11).
Salah satunya adalah pengesahan RUU SDA oleh DPR karena tuntutan dari Bank Dunia. RUU ini membenarkan privatisasi sumber daya air dan pengusaan air oleh swasta. Sebagai balasannya, Indonesia menerima pinjaman sebanyak 350 juta USD.
Dari sini dapat kita lihat betapa tak berdayanya para wakil kita dalam menghadapi para pemilik modal sehingga apa pun yang mereka inginkan dapat terkabulkan hanya dengan memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR.
Tindak para wakil rakyat yang seperti ini sangat merugikan rakyat Indonesia. Semua ini terjadi karena sistem demokrasi yang menjadi pilar ideologi kapitalisme, di mana hak membuat UU diserahkan kepada wakil rakyat. Wakil rakyat di sini juga manusia yang dipengaruhi oleh berbagai kepentingan, sehingga melahirkan UU yang sesuai dengan kepentingannya, bukan kepentingan rakyat.
Dalam sistem pemerintahan Islam, hak pembuat hukum hanyalah Allah Subhanhu Wa Ta'ala saja sebagai pencipta manusia. Dia tahu apa yang terbaik untuk ciptaannya, dan Dia pun takkan pernah mengambil manfaat dari ciptaan-Nya tersebut. Untuk menyelesaikan masalah ini, mari kita kembali ke peraturan yang telah ditetapkan Allah Subhanhu Wa Ta'ala, yaitu syariah Islam.
Referensi :
Atifa Rahmi
Wisma Annisa No.27 Rt 03/Rw01 Gerlong Girang, Bandung
Athifa85@yahoo.com
Red: Cholis Akbar
Ada sedikit perubahan judul dalam arti yang sama
0komentar :
Posting Komentar