Korelasi Iman dan Kecemasan
Seluruh psikolog sepakat bahwa kecemasan adalah faktor yang menimbulkan munculnya penyakit jiwa. Terapi psikologi digunakan untuk menghilangkan rasa cemas dan menebarkan rasa aman dalam jiwa seseorang. Walaupun untuk merealisasikan tujuan ini, masing-masing mempunyai cara yang berbeda-beda. Sayangnya, metode terapi psikologi modern belum bisa menyembuhkan gangguan kecemasan secara sempurna.
Al-Qur’an merupakan solusi terbaik yang tiada banding. Iman kepada Allah dapat menyembuhkan gangguan kejiwaan, kecemasan, sekaligus memberikan rasa aman dan tentram pada diri seseorang. Al-Qur’an telah menjelaskan pengaruh iman yang mampu memberikan rasa aman dan tentram dalam jiwa seseorang.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82)
“ (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)
Keamanan dan ketentraman dalam jiwa seseorang akan tercipta karena keimanannya yang tulus kepada Allah. Allah senantiasa menaungi dan memberi pertolongan kepada orang-orang yang beriman. Dengan demikian, ia akan merasakan Allah selalu bersamanya. Orang yang beriman tidak akan merasa takut kepada sesuatu pun di dunia ini. Ia mengetahui bahwa ia tidak akan ditimpa oleh suatu keburukan kecuali jika itu sudah menjadi kehendak Allah. Oleh karena itu, mukmin yang tulus imannya adalah manusia yang tidak dapat dikuasai oleh rasa takut dan cemas. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
“(Tidak demikian), bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran atas mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS. Al-Ahqaf: 13)
Mukmin yang tulus imannya tahu bahwa rezekinya berada ditangan Allah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah membagi dan menentukan rezeki-Nya di antara manusia. Karenanya, ia tidak takut miskin. Jika ia ditakdirkan mendapat rizki yang sedikit, maka ia ridha dengan takdir yang telah ditentukan Allah kepadanya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Allah, Dia Maha Pemberi rizki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 58)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” (QS. Hud: 6)
“Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia. Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du: 26)
Mukmin yang tulus imannya tidak takut mati. Ia memandang kematian sebagai suatu yang pasti dan tidak bisa lari darinya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)
“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”(QS. An-Nisa’: 78)
Mukmin yang tulus imannya tidak takut tertimpa musibah atau bencana. Ia percaya bahwa kelapangan atau kesempitan merupakan ujian dari Allah.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Mukmin yang tulus imannya tidak akan terbuai dalam kesedihan. Ia tidak gelisah dan meratapi ujian yang dihadapinya. Demikian pula ketika mendapat kebaikan. Seseorang yang beriman tidak akan takabur dan lupa diri. Ia justru semakin banyak memuji Allah atas nikmat yang diberikan-Nya.
Itu semua menjelaskan pada kita bahwa mukmin yang tulus imannya tidak takut pada sesuatu yang biasanya ditakuti oleh kebanyakan manusia seperti mati, miskin, dan sakit. Ia memiliki kekuatan yang besar untuk memikul ujian tersebut. Ia memandang musibah sebagai ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Oleh karena itu, ia wajib bersabar dan terus memohon pertolongan kepada Allah. Dengan demikian, jiwanya akan tenang dan hatinya pun lapang.
DAFTAR PUSTAKA
Najati, Muhammad Utsman. 2008. Psikologi Qur’ani. Aulia Press: Surakarta
Seluruh psikolog sepakat bahwa kecemasan adalah faktor yang menimbulkan munculnya penyakit jiwa. Terapi psikologi digunakan untuk menghilangkan rasa cemas dan menebarkan rasa aman dalam jiwa seseorang. Walaupun untuk merealisasikan tujuan ini, masing-masing mempunyai cara yang berbeda-beda. Sayangnya, metode terapi psikologi modern belum bisa menyembuhkan gangguan kecemasan secara sempurna.
Al-Qur’an merupakan solusi terbaik yang tiada banding. Iman kepada Allah dapat menyembuhkan gangguan kejiwaan, kecemasan, sekaligus memberikan rasa aman dan tentram pada diri seseorang. Al-Qur’an telah menjelaskan pengaruh iman yang mampu memberikan rasa aman dan tentram dalam jiwa seseorang.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82)
“ (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)
Keamanan dan ketentraman dalam jiwa seseorang akan tercipta karena keimanannya yang tulus kepada Allah. Allah senantiasa menaungi dan memberi pertolongan kepada orang-orang yang beriman. Dengan demikian, ia akan merasakan Allah selalu bersamanya. Orang yang beriman tidak akan merasa takut kepada sesuatu pun di dunia ini. Ia mengetahui bahwa ia tidak akan ditimpa oleh suatu keburukan kecuali jika itu sudah menjadi kehendak Allah. Oleh karena itu, mukmin yang tulus imannya adalah manusia yang tidak dapat dikuasai oleh rasa takut dan cemas. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
“(Tidak demikian), bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran atas mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS. Al-Ahqaf: 13)
Mukmin yang tulus imannya tahu bahwa rezekinya berada ditangan Allah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah membagi dan menentukan rezeki-Nya di antara manusia. Karenanya, ia tidak takut miskin. Jika ia ditakdirkan mendapat rizki yang sedikit, maka ia ridha dengan takdir yang telah ditentukan Allah kepadanya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Allah, Dia Maha Pemberi rizki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 58)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” (QS. Hud: 6)
“Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia. Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du: 26)
Mukmin yang tulus imannya tidak takut mati. Ia memandang kematian sebagai suatu yang pasti dan tidak bisa lari darinya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)
“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”(QS. An-Nisa’: 78)
Mukmin yang tulus imannya tidak takut tertimpa musibah atau bencana. Ia percaya bahwa kelapangan atau kesempitan merupakan ujian dari Allah.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Mukmin yang tulus imannya tidak akan terbuai dalam kesedihan. Ia tidak gelisah dan meratapi ujian yang dihadapinya. Demikian pula ketika mendapat kebaikan. Seseorang yang beriman tidak akan takabur dan lupa diri. Ia justru semakin banyak memuji Allah atas nikmat yang diberikan-Nya.
Itu semua menjelaskan pada kita bahwa mukmin yang tulus imannya tidak takut pada sesuatu yang biasanya ditakuti oleh kebanyakan manusia seperti mati, miskin, dan sakit. Ia memiliki kekuatan yang besar untuk memikul ujian tersebut. Ia memandang musibah sebagai ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Oleh karena itu, ia wajib bersabar dan terus memohon pertolongan kepada Allah. Dengan demikian, jiwanya akan tenang dan hatinya pun lapang.
DAFTAR PUSTAKA
Najati, Muhammad Utsman. 2008. Psikologi Qur’ani. Aulia Press: Surakarta
0komentar :
Posting Komentar