Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagian karyawan dan pekerja tidak memberikan porsi yang cukup pada pekerjaan mereka. Di antara mereka ada yang sudah setahun bahkan lebih, tidak pernah mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran serta sering terlambat bekerja dengan mengatakan, "Saya telah diizinkan oleh atasan, jadi tidak apa-apa." Untuk orang yang semacam itu, apakah ia berdosa selama ia masih tetap begitu? Kami mohon fatwanya. Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.
Jawaban
Pertama, yang disyari'atkan atas setiap muslim dan muslimah adalah menyampaikan apa-apa yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala mendengar kebaikan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Artinya : Allah mengelokkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu disampaikannya sebagaimana yang ia dengar."[1]
Dalam sabdanya yang lain disebutkan,
"Artinya : Sampaikanlah apa yang berasal dariku ivalaupun hanya satu ayat."[2]
Apabila beliau menasehati dan mengingatkan manusia, beliau selalu berpesan,
"Artinya : Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Sebab, banyak yang menyampaikan lebih sadar daripada yang hanya mendengar."[3]
Karena itu, saya wasiatkan kepada anda semua untuk menyampaikan kebaikan yang anda dengar berdasarkan ilmu dan kemantapan. Sebab, setiap yang mendengar suatu ilmu dan menguasainya, hendaknya menyampaikannya kepada keluarganya, saudara-saudaranya dan teman-temannya selama ia melihat adanya kebaikan dengan tetap memelihara kemurnian materinya dan tidak berbicara tentang sesuatu yang tidak dikuasainya, sehingga dengan begitu ia termasuk orang-orang yang saling berwasiat dengan kebenaran dan termasuk orang-orang yang mengajak kepada kebaikan.
Kemudian tentang para karyawan yang tidak melaksanakan tugas mereka atau tidak saling menasehati dalam hal tersebut, anda semua telah mendengar, bahwa di antara karakter keimanan adalah melaksanakan amanat dan memeliharanya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya " [An-Nisa': 58]
Amanat merupakan karakter keimanan yang paling utama, sementara khianat merupakan karakter kemunafikan, hal ini sebagaimana dinyatakan Allah saat menyebutkan sifat-sifat kaum mukminin,
"Artinya : Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." [Al-Mu'minun: 8, Al-Ma'arij: 32]
Kemudian dalam ayat lainnya disebutkan,
"Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." [Al-Anfal : 27]
Karena itu, seorang karyawan wajib melaksanakan amanat dengan jujur dan ikhlas serta memelihara waktu dengan baik sehingga terbebas dari beban tanggung jawab, dan dengan begitu pencahariannya menjadi baik dan diridhai Allah. Di samping itu, berarti ia loyal terhadap negaranya dalam hal ini, atau terhadap perusahaan atau lembaga tempatnya bekerja. Itulah yang wajib atas seorang karyawan, yaitu hendaknya ia bertakwa kepada Allah dan melaksanakan amanat dengan sungguh-sungguh dan loyal, yang dengan begitu ia mengharapkan pahala dari Allah dan takut terhadap siksaNya. Hal ini sebagai pengamalan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yangberhak menerimanya." [An-Nisa' : 58]
Di antara karakter kaum munafikin adalah mengkhianati amanat, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Artinya : Tanda orang-orang munafik ada tiga; Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila diberi amanat (dipercaya) ia berkhianat."[4]
Seorang muslim tidak boleh menyerupai orang munafik, bahkan harus menjauhi sifat-sifatnya, tetap memelihara amanat dan melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh serta memelihara waktu dengan baik sekalipun ada toleransi dari atasannya, dan walaupun tidak diperintahkan oleh atasannya. Hendaknya ia tidak mengabaikan tugas atau menyepelekannya, bahkan sebaliknya, ia bersungguh-sungguh sehingga lebih baik daripada atasannya dalam melaksanakan tugas dan loyalitasnya terhadap amanat, lalu menjadi teladan yang baik bagi karyawan lainnya.
[Majalah Al-Buhuts At-lslamiyyah, edisi 31, hal. 115-116, Syaikh Ibnu Baz]
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
__________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat. At-Tirmidzi dalam Al-Ilm (2657), Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah (232).
[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Ahadits Al-Anbiya (3461).
[3]. Hadits Riwayat AI-Bukhari dalam Al-'Ilm(67), Muslim dalam Al-Qasamah (1679).
[4]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam al-Iman (33), Muslim dalam al-Iman(59).
Jawaban
Pertama, yang disyari'atkan atas setiap muslim dan muslimah adalah menyampaikan apa-apa yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala mendengar kebaikan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Artinya : Allah mengelokkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu disampaikannya sebagaimana yang ia dengar."[1]
Dalam sabdanya yang lain disebutkan,
"Artinya : Sampaikanlah apa yang berasal dariku ivalaupun hanya satu ayat."[2]
Apabila beliau menasehati dan mengingatkan manusia, beliau selalu berpesan,
"Artinya : Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Sebab, banyak yang menyampaikan lebih sadar daripada yang hanya mendengar."[3]
Karena itu, saya wasiatkan kepada anda semua untuk menyampaikan kebaikan yang anda dengar berdasarkan ilmu dan kemantapan. Sebab, setiap yang mendengar suatu ilmu dan menguasainya, hendaknya menyampaikannya kepada keluarganya, saudara-saudaranya dan teman-temannya selama ia melihat adanya kebaikan dengan tetap memelihara kemurnian materinya dan tidak berbicara tentang sesuatu yang tidak dikuasainya, sehingga dengan begitu ia termasuk orang-orang yang saling berwasiat dengan kebenaran dan termasuk orang-orang yang mengajak kepada kebaikan.
Kemudian tentang para karyawan yang tidak melaksanakan tugas mereka atau tidak saling menasehati dalam hal tersebut, anda semua telah mendengar, bahwa di antara karakter keimanan adalah melaksanakan amanat dan memeliharanya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya " [An-Nisa': 58]
Amanat merupakan karakter keimanan yang paling utama, sementara khianat merupakan karakter kemunafikan, hal ini sebagaimana dinyatakan Allah saat menyebutkan sifat-sifat kaum mukminin,
"Artinya : Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." [Al-Mu'minun: 8, Al-Ma'arij: 32]
Kemudian dalam ayat lainnya disebutkan,
"Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." [Al-Anfal : 27]
Karena itu, seorang karyawan wajib melaksanakan amanat dengan jujur dan ikhlas serta memelihara waktu dengan baik sehingga terbebas dari beban tanggung jawab, dan dengan begitu pencahariannya menjadi baik dan diridhai Allah. Di samping itu, berarti ia loyal terhadap negaranya dalam hal ini, atau terhadap perusahaan atau lembaga tempatnya bekerja. Itulah yang wajib atas seorang karyawan, yaitu hendaknya ia bertakwa kepada Allah dan melaksanakan amanat dengan sungguh-sungguh dan loyal, yang dengan begitu ia mengharapkan pahala dari Allah dan takut terhadap siksaNya. Hal ini sebagai pengamalan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yangberhak menerimanya." [An-Nisa' : 58]
Di antara karakter kaum munafikin adalah mengkhianati amanat, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Artinya : Tanda orang-orang munafik ada tiga; Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila diberi amanat (dipercaya) ia berkhianat."[4]
Seorang muslim tidak boleh menyerupai orang munafik, bahkan harus menjauhi sifat-sifatnya, tetap memelihara amanat dan melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh serta memelihara waktu dengan baik sekalipun ada toleransi dari atasannya, dan walaupun tidak diperintahkan oleh atasannya. Hendaknya ia tidak mengabaikan tugas atau menyepelekannya, bahkan sebaliknya, ia bersungguh-sungguh sehingga lebih baik daripada atasannya dalam melaksanakan tugas dan loyalitasnya terhadap amanat, lalu menjadi teladan yang baik bagi karyawan lainnya.
[Majalah Al-Buhuts At-lslamiyyah, edisi 31, hal. 115-116, Syaikh Ibnu Baz]
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
__________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat. At-Tirmidzi dalam Al-Ilm (2657), Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah (232).
[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Ahadits Al-Anbiya (3461).
[3]. Hadits Riwayat AI-Bukhari dalam Al-'Ilm(67), Muslim dalam Al-Qasamah (1679).
[4]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam al-Iman (33), Muslim dalam al-Iman(59).
0komentar :
Posting Komentar