Dalam pandangan Islam, anak adalah anugerah yang diberikan Allah pada para orang tuanya. Kehadiran anak disebut berita baik (Maryam:7), hiburan karena mengenakan pandangan mata (Al-Furqan:74), dan perhiasan hidup di dunia (Al-Kahfi:46). Anak juga sebagai bukti kebesaran dan kasih sayang Allah, pelanjut, penerus dan pewaris orang tua, tetapi juga sekaligus ujian (At-Taghabun:15).
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, ”Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat (ditinggikan) derajatnya di jannah (syurga)”. Lalu ia bertanya (terheran-heran), ”Bagaimana aku bisa mendapat ini (yakni derajat yang tinggi di surga)?”. Dikatakan kepadanya, ”(Ini) disebabkan istighfar (permohonan ampun) dari anakmu (kepada Allah) untukmu”.
Sesungguhnya anak merupakan aset yang sangat berharga, karena anak yang shalih akan senantiasa mendoakan kedua orang tuanya.
”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda, apabila manusia telah mati, maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara. Shadaqah jariayah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim)
Inilah puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang shalih yang bermanfaat bagi orang tua di dunia dan di akhirat. Dari hadits inipun kita mengetahui bahwa tujuan mulia dari mempunyai anak menurut syariat Islam ialah menjadikan anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang shalih, anak-anak yang taat kepada Allah dan RasulNya dan anak-anak yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bukan anak-anak yang durhaka apalagi yang kufur dan lain-lain yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting sekali dan menentukan.
Rasullullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud).
Sebagai amanah, semua yang dilakukan orang tua terhadap anaknya (bagaimana orang tua merawat, membesarkan dan mendidiknya) akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Dengan amat jelas Allah subhanahu wa ta'ala memberikan peringatan tentang masalah tanggungjawab orang tua terhadap anak.
“Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (iman, ilmu dan amal), yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (An-Nisaa’: 9).
“Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang telah dipercayakan kepadanya. Dan seorang ayah bertanggungjawab atas kehidupan keluarganya. Dan seorang ibu bertanggungjawab atas harta dan anak suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya “ (HR. Bukhari Muslim)
Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyak anak, justru dia merasa bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Allah subhanahu wa ta'ala akan memudahkan baginya dalam mendidik anak-anaknya, sekiranya ia bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan RasulNya. Meskipun kaum muslimin terus menerus ditakut-takuti supaya tidak memiliki banyak anak dengan alasan rizki, waktu dan tenaga yang terbatas untuk mengurus dan memperhatikan mereka, tapi sesungguhnya anak adalah anugerah yang luar biasa. Ada banyak hikmah dengan banyaknya anak. Diantaranya:
1. Mendapat karunia yang besar yang lebih tinggi nilainya dari harta.
2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan
3. Sarana untuk mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta'ala
4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebaikan
5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya
6. Doa mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia)
7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum baligh Insya Allah akan menjadi syafaat (penghalang masuknya seseorang ke dalam neraka) bagi orang tuanya di akhirat kelak.8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api neraka, manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih dan shalihah.
9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin ketika jihad fisabilillah dikumandangkan karena jumlahnya yang sangat banyak
10. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bangga akan jumlah umatnya yang banyak
Anak adalah suatu anugerah dari Allah subhanahu wa ta'ala. yang tidak ternilai, tetapi apakah sempat terpikir oleh kita semua bahwa anugerah tersebut dapat menjadi suatu bencana bagi kita? Hal itu bisa saja dan pasti akan terjadi apabila kita sebagai orang tuanya tidak dapat menempatkan anugerah tersebut dengan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama merenungkan hal berikut ini.
Allah subhanahu wa ta'ala mengingatkan kita dengan firmannya :
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
QS. Al-Anfal (8) : 28
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
QS. At-Taghabun (64) : 15
Dari kutipan ayat diatas kita dapat menyimpulkan bahwa anak yang dikaruniakan atau lebih tepatnya dititipkan kepada seorang orang tua adalah merupakan suatu cobaan ataupun suatu ujian bagi mereka (orang tua). Allah subhanahu wa ta'ala. menjanjikan pahala yang besar bagi mereka yang lulus atau dapat melalui ujian tersebut dengan baik. Dan juga sebaliknya apabila mereka tidak lulus ataupun gagal dalam menyelesaikan ujian tersebut, maka Allah subhanahu wa ta'ala. pun akan meminta pertanggung jawaban mereka atas kegagalan dalam menempuh ujian yang diberikan-Nya.
Seorang anak dapat diibaratkan bagaikan lembaran kertas yang putih, apabila si penulis menuliskan tulisan yang baik dan indah serta ia pun berhati-hati dalam menuliskan kata-kata dan ia pun tidak lupa untuk menjaga kerapihan tulisannya tersebut, maka setiap orang yang melihatnya akan merasa senang, simpatik dan senantiasa terarik untuk membaca tulisan itu lebih lanjut. Sebaliknya apabila kertas putih tersebut ditulis dengan tulisan yang tidak baik serta ditulis secara sembarangan dan terlebih lagi apabila si penulis tidak berhati-hati dalam menulis sehingga kertas yang putih itu menjadi lusuh dan kusam dengan noda tinta yang tertumpah dimana-mana, maka orang pun merasa enggan untuk melihat karena hilangnya rasa simpatik terhadap penampilannya, apalagi untuk membaca tulisan yang tertulis didalamnya. Dapat dipastikan bahwa yang pertama kali akan dinilai orang lain adalah si penulis kertas tersebut, yaitu orang tuanya.
Bagaikan ladang yang kosong, bibit yang ditanam adalah hasil yang akan dituai. Tidaklah mungkin apabila kita menanam bibit padi yang akan menghasilkan kacang ataupun jagung. Tentunya kita akan menuai hasil berupa padi, tetapi keunggulan padi tersebut belum dapat kita pastikan tanpa penanganan yang baik terhadap proses pematangan bibit padi tersebut selama ditanam. Maka dari itu pilih dan tanamkanlah bibit yang benar-benar baik sehingga hasil yang akan kita tuai adalah padi yang benar-benar berisi dan teruji keunggulannya.
Di dalam Al-Quran pun dijelaskan bagaimana cara untuk mendidik anak agar menjadi seorang anak yang saleh dan sesuai dengan syariat Islam.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
QS. Luqman (31) : 13
Dari ayat diatas, dapat dilihat bahwa hal yang pertama kali diajarkan Luqman kepada anaknya adalah tentang ke”tauhid”an Allah subhanahu wa ta'ala. Ia menjelaskan bahwa menduakan Allah subhanahu wa ta'ala. (syirik) adalah suatu dosa yang teramat besar. Maka tanamkanlah suatu pelajaran (bibit) kepada si anak tentang ke-esa an Allah subhanahu wa ta'ala. dimana pelajaran itu akan membuatnya percaya dan yakin bahwa hanya Allah yang patut disembah. Apabila telah ditanamkan suatu iman yang kuat tentang Allah subhanahu wa ta'ala. dan ketentuan-Nya, maka Insya Allah anak yang telah dibekali tersebut akan menjadi anak yang saleh dan berguna bagi orang tua serta agamanya yaitu Islam.
Dengan demikian kertas putih itu akan selalu terlihat indah dan menarik sehingga mengundang simpatik setiap orang yang melihatnya. Untuk lembaran-lembaran berikutnya adalah tulisan yang berisikan tentang Islam dan Ikhsan. Apabila bab demi bab telah tertulis dengan indah dan rapih, maka suatu nilai kelulusan yang tinggi akan diperoleh oleh si penulis (orang tua). Maka dapat dipastikan bahwa orang tua tersebut telah berhasil melalui cobaan dan ujian dari Allah subhanahu wa ta'ala. yang senantiasa menitipkan dan mengkaruniakan anak untuk dijadikan khalifah yang sangat bernilai di bumi ini.
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
QS. al-Furqan (25) : 74
catatan : Kita selaku orang tua dari anak kita, namun jangan lupa bahwa kita juga merupakan anak dari orang tua kita. jadi hasil ujian dari orang tua kita pun ditentukan oleh perilaku kita, maka dari itu luruskanlah jalan mereka dengan melakukan yang terbaik untuk hidup di jalan Allah…
Insya Allah Amin ya Robbal Al Amin…
0komentar :
Posting Komentar